Cewek lebih pintar dari Cowok?

Ceritanya, pada tanggal 23 Agustus 2008 kemarin, Panitia Pusat Penyaringan/penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Depkeu tingkat Sarjana mengumumkan siapa-siapa peserta yang dinyatakan lulus Tes Potensi Akademik dan berhak mengikuti Tes tahap selanjutnya (psikotes). Peserta yang dinyatakan lulus tersebut ada6.322 orang.
Nah, dari data peserta yang dinyatakan lulus tersebut ada hal yang menarik untuk dicermati, yaitu jika dibuat statistic mengenai data peserta lulus per lokasi (kota) ujian antara laki-laki dan perempuan akan menghasilkan data seperti dalam table dibawah ini:



Di semua kota ternyata jumlah yang lulus lebih banyak cewek dari cowok, dengan rata-rata perbandingan antara cowok dengan cewek 62:38 persen.



Jadi penasaran nih, apa bener cewek ditakdirkan lebih pintar dari cowok??? Para cowok gimana nih???
Setelah cari mencari info, ternyata pernah ada penelitian yang dilakukan oleh 3 orang anak SMA di Malang mengenai fenomena ini, berikut ini kata mereka:
"Setelah kami cermati dalam setiap lomba, ternyata 79,8 persen dari 119 responden (siswa) wanita lebih tekun dalam belajar dan berkonsentrasi.... Dari hasil penelitian, termasuk tinjauan ke lapangan, siswa pria lebih gemar meluangkan waktu untuk bermain". Lebih lanjut mereka mengatakan "Dan mereka (para siswa cowok-Red) mudah tergoda dengan kegiatan lain selain belajar. Siswa pria kurang tekun dalam belajar, sulit konsentrasi maupun bertanggung jawab. Bahkan, mereka tidak bisa membagi waktu antara bermain game, menonton televisi, dan belajar. Jadi, kebanyakan siswi lebih bisa mengerem waktu bermainnya karena obsesinya mendapatkan prestasi yang membanggakan kedua orangtuanya. Hampir setiap lomba mata pelajaran, baik matematika, bahasa Inggris, maupun fisika, pemenangnya kebanyakan wanita. Kalau toh pemenangnya dari siswa pria, hanya beberapa gelintir saja."

Ho ho ho….Tapi apa memang begitu? Bahwa prestasi seseorang ditentukan oleh jenis kelamin

Prestasi itu kompleks

Dra Rose Mini AP MPsi (yang biasa dipanggil Mbak Romi oleh kolega dan mahasiswanya), psikolog dari Universitas Indonesia, menyatakan bahwa seharusnya jauh sebelum seseorang dinyatakan berprestasi, harus dicari tahu lebih spesifik soal bentuk prestasinya tersebut. Misalnya, paling sederhana, apakah prestasi yang bersifat akademis atau non-akademis.

Sayangnya, sekarang ini terasa masih sulit mengukur prestasi akademis pelajar Indonesia. Bisa jadi karena kompleksnya metode atau sistem pendidikan yang kita jalani. Artinya, dalam nilai rapor, misalnya, penilaian itu sendiri sudah digabung dengan dengan jumlah absen, keaktifan di kelas, belum lagi sikap yang sifatnya normatif. Karena itu, agak sulit mencari ukuran apakah seorang siswa atau siswi dapat dikatakan cukup berprestasi atau tidak dalam nilai akademis di sekolah.

Bentuk soal ulangan yang lebih banyak memilih atau multiple choice juga membuka peluang lebih besar bagi cewek untuk mendapatkan nilai yang lebih tinggi dibanding cowok.

"Pada dasarnya cewek cenderung lebih tekun dan detail daripada cowok. Cewek akan lebih mudah mengingat tanggal kapan sebuah perjanjian ditandatangani, misalnya, dalam pelajaran sejarah, sedangkan cowok cenderung lebih praktis, cepat, dan logis. Para cowok akan lebih bisa dengan cepat menjawab alasan kenapa sebuah peperangan meletus antara dua negara dalam pelajaran sejarah," jelas Romi. Jadi, dalam persoalan ini bukan berarti ada yang lebih cerdas atau ada yang lebih bodoh.

Menurutnya, prestasi itu sebenarnya ditentukan oleh banyak hal. Kita bisa melihatnya dari dua faktor: nature atau nurture.

Faktor nature lebih ke soal genetis, IQ, bakat dan minat, kepribadian, ketekunan. Sedangkan nurture lebih ke faktor lingkungan, bagaimana lingkungan (seperti pola asuh dan pengaruh orang-orang sekitar) memberikan stimulasi (dorongan dan rangsangan) terhadap seseorang sehingga dia bisa berprestasi.

Soal budaya

Menurut Romi lagi, untuk menentukan seseorang dapat berprestasi atau tidak lebih kepada individu. Bagaimana individu tersebut mempunyai kemampuan dan bakat, cara dia mengeksplorasi kemampuannya, serta dukungan lingkungan yang mendorongnya mengembangkan diri. Jadi, enggak ada urusannya dengan jender atau jenis kelamin.

Kalau ada yang bilang cowok lebih menggunakan otak kiri yang lebih logis dan matematis daripada cewek yang lebih menggunakan otak kanan yang berhubungan dengan keindahan itu pun tidak memengaruhi prestasi seseorang. Selama ini, otak kiri cewek memang tidak terlalu diasah karena ada batasan dari budaya juga nilai di masyarakat. Pada kenyataannya, sejak kita lahir, sudah dikotak-kotakan oleh budaya yang diciptakan masyarakat.

"Dari awal sudah ada warna biru untuk cowok dan merah jambu untuk cewek," kata Romi memberi contoh soal pengaruh nilai serta budaya pada kita. Dengan demikian, saat tumbuh pun kita sudah terpola. Misalnya, para cewek "harus" memilih jurusan yang sifatnya tidak ke lapangan seperti cowok. Cewek sebaiknya tidak menjadi insinyur pembangunan. Atau cewek harus bekerja untuk sesuatu yang sifatnya melayani. Jadilah pengotakan bahwa suster itu cewek dan dokter itu cowok. Maka tidak heran timbul jurusan yang female dominated dan male dominated.

"Dulu, aman saya kuliah di Psikologi, yang namanya cowok bisa dihitung dengan jari. Kesannya, psikolog itu lemah lembut, bisa mendengar keluh kesah orang, dan itu harus cewek. Padahal, cowok itu punya cara pikir yang berbeda, yang mungkin bisa memberikan masukan yang lebih komplet. Sebaliknya, pekerjaan kasar itu seharusnya dilakukan cowok, seperti Pilot yang membutuhkan keberanian atau profesi Kondektur yang terkesan sangar. Eh, begitu ada kondektur cewek, orang-orang malah kaget," katanya lagi.

Jadi, prestasi jelas-jelas tak berhubungan dengan jenis kelamin. Kita bisa berprestasi karena memang mampu, berminat, mendapat dukungan dari lingkungan, dan tidak terpola pada budaya yang ada. Seorang anak kecil yang dari awal diberi pilihan boneka dan mobil-mobilan, terlepas dia cewek atau cowok, maka dia akan tahu ketertarikannya di mana. Selama ini, seorang anak perempuan tak diberi pilihan mainan mobil dan tak diberi kesempatan mencoba. Demikian pula sebaliknya. Dari mana dia bisa tahu ketertarikannya dan potensi berprestasinya jika pilihan tersebut dari awal sudah dibatasi.

Namun, sayang, menurut Romi, pada kenyataannya hingga sekarang segala sesuatu yang enggak sesuai dengan masyarakat akan dianggap aneh.

"Anak cowok yang sejak kecil tertarik dengan keindahan, kesannya banci. Padahal, mungkin memang di situ ketertarikannya. Lalu dipaksa harus menjadi insinyur atau dokter. Padahal, siapa tahu bakatnya memang berhubungan dengan keindahan, menjadi designer misalnya," ujarnya.

Masih perdebatan

Pada buku Educational Psychology, karya NL Gage dan David C Berliner, memang ada perbedaan fungsi intelektual karena perbedaan jender, khususnya kemampuan kognitif (kemampuan berfikir atau mempelajari sesuatu). Namun, ini tidak mutlak menciptakan satu jender menjadi subordinat dari jender yang lain. Tidak berarti satu jender lebih berprestasi dari yang lain.

Banyak hal yang menentukan seseorang berprestasi. Dan, perlu digarisbawahi, penelitian yang dilakukan dalam buku tersebut dilakukan di Amerika, dan selalu berkembang, sehingga tidak ada data yang benar-benar pasti. Dikumpulkan dari bahan dan data sejak tahun 1974 hingga 1991.

Lalu bagaimana dua peneliti tersebut membahas soal perbedaan berprestasi antara cewek dan cowok? Ternyata secara terperinci mereka membaginya berdasarkan beberapa ukuran kemampuan. General intelligence. Belum ada kepastian yang akurat tentang hal ini. Namun, pernah ada penelitian di Amerika bahwa pada general test saat pra-sekolah, cewek lebih banyak mendapat nilai tinggi dalam tes intelegensi. Namun, saat tes dilakukan pada usia SMU, banyak cowok yang memiliki nilai intelegensi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena cowok yang benar-benar merasa tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk bersekolah, lebih memilih drop out dan bekerja sehingga cowok yang tetap bersekolah di SMU benar-benar yang lebih berkualitas. Verbal ability. Cewek sejak kecil memang lebih suka belajar untuk berbicara, menggunakan bahasa, dan lebih sering menggunakan bahasa-bahasa baru, lebih cepat dari cowok. Pada pertumbuhannya, cewek memang lebih cepat berbicara, membaca, dan dalam pelajaran spelling dan grammar, cewek selalu mendapat nilai lebih baik. Mathematical ability. Saat usia pra-sekolah, belum ada perbedaan mencolok antara cewek dan cowok dalam kemampuan berhitung. Saat sekolah dasar, cowok lebih menunjukkan kemampuannya dalam berhitung. Kemampuan ini berkembang hingga SMU dan perguruan tinggi. Bukti penelitian ini dianggap masih lemah.

Tahun 1980, penelitian menyatakan adanya faktor genetik yang membuat seseorang berkemampuan tinggi dalam matematis. Tahun 1990, berkembang lagi teori bahwa male superiority dalam matematika bergantung pada cara mengajarnya. Terbukti saat matematika dasar dilakukan dalam satu grup yang jumlah pesertanya lebih kecil, cewek memiliki prestasi yang lebih baik. Spatial ability. Ini bagaimana seseorang bisa mengenali bentuk atau figur. Dalam hal ini, cowok lebih mampu melakukannya dengan baik. Namun, saat ini jumlah cewek yang kemampuan spasialnya tinggi semakin banyak. Faktor genetik juga menjadi salah satu hal yang memengaruhi di faktor ini. Problem solving. Dalam hal ini banyak hal yang harus diteliti. Cowok pada umumnya berani membuat pendekatan baru terhadap satu masalah. Mereka sering mempunyai banyak gagasan/ide untuk menyelesaikan sebuah masalah, memiliki pemikiran yang lebih bebas, jauh dari kesan konservatif, dan punya keingintahuan yang lebih besar dari cewek. Namun, pada masalah hubungan antarmanusia, cewek lebih banyak memiliki kemampuan menyelesaikannya


Kesimpulannya, (bersifat pribadi dan sangat subyektif :p)
  • Cewek-cowok masing-masing udah dikasih potensi, yang unggul ya yang berusaha dan berjuang mengembangkan potensi tersebut, seperti kata orang bijak (yang pasti bukan saya orangnya) “tak ada yang jatuh dari langit dengan Cuma-Cuma, semua perlu usaha dan doa”.
  • Jadi klo dari Tes TPA ini yang lulus lebih banyak yang cewek, ya para cowok harus legowo dan mengakui, kan yang daftar lebih banyak yang cewek ya wajar dong klo cewek lebih banyak yang lulus (pernyataan yang membingungkan)
  • Klo nyontek sama cewek aja, kan mereka lebih pinter (ga bener ini, jangan diikuti, dosa…dosa…. Eling…)

0 komentar: